Entri Populer

Sabtu, 16 Juli 2011

PERSALINAN LAMA



PERSALINAN LAMA


persalinan lama
Persalinan lama disebut juga distosia, didefinisakan sebagai persalinan yang abnormal atau sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi 3 golongan berikut ini.
a.       Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak normal dalam kuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
b.      Kelainan janin. Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.
c.       Kelainan jlan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bias menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
Jenis-Jenis Kelainan His
1.      Inersia Uteri
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi leih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak dalan hal kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak berbahaya, baik bagi ibu maupun janin, kecuali persalinan berlangsung terlalu lama; dalam hal terakhir ini morbiditas ibu dan motalitas janin baik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic utrine contraction. Kalau timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yag lama, dan hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Karena dewasa ini persalainan tidak dibiarkan berlansung demikian lama sehingga meombulkan kelelahan uterus, maka inersia uteri sekunder seperti ini digambarkan di bawah jarang ditemukan, kecuali pada ibu yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan. Dalam menghadapi inersia uteri , harus diadakan penilaian yang seksama untuk menentukan sikap yang harus diambil. Jangan dilakukan tindakan yang tergesa-gesa untuk mempercepat lahirnya janin. Tidak dapat diberikan waktu yang pasti, waktu yang dipakai sebagai pegangan untuk membuat diagnosis inersia uteri atau untuk memulai terapi aktif.
Diagnosis inersia uteri paling sulit ditegakkan pada masa laten. Kontraksi uterus yang disertai dengan rasa nyeri, tidak cukup untuk menjadi dasar utama diagnoss bahwa persalinan sudah dimulai. Untuk sampai pada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks yakni pendataran dan/ atau pembukaan. Kalahan yang sering dibuat ialah mengobati seorang penderita untuk inersianuteri padahal persalainan belum mulai (fase labour).
2.      His Terlampau Kuat
His terlamau kuat aau sering disebut juga hypertonic uterine contraction. Walaupun pada golongan coordinated hypertonic uterine contraction bukan merupakan penyebab distosia. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selsai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam dinamakan partus presipitatus yang di tandai oleh sifat his yang normal, tonus otot diluar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahay partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya vagina dan perineum. Bayi bias mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran ini dinamakan lingkaran retraksi patologik atau lingkaran Bandll. Ligamenta rotunda menjadi tegangserta lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri terus-menerus dan menjadi gelisah. Akhirnya apabila tidak diberi pertolongan, regangan segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri.
3.      Incoordinate uterine action
Disini sifat his berubah. Tonus otot uterus meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontrksi bagian-bagiannya.tidak adanya koordinasi atara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Di samping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His jenis ini juga disebut sebagai incoordinated hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengna ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen bawah uteru. Lingkaran kontriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali pada pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan  kedalam kavum uteri. Oleh sebab itu, jika pembukaan belum lengkap, biasanya tida mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti. Ada kalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa ini bisa primer dan sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan incoordinated uterine contraction. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau keadaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala teru menerus dapat menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya bagian tengan serviks secara sirkuler. Distosi servik sekunder disebabkan oleh kelainan organic pada serviks bisa robek dan robekan ini dapat menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu, setiap yang pernah operasi pada serviks, selalu harus diawasi persalinnya di rumah sakit.

Etilogi
            Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida tua. Pada mutipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Factor hereditaer mungkin memegang peranan pula dalam kelainan his. Sampai seberpa jauhfaktor emosi (ketakutan dan lain-lain) mempengaruhi kelainan his. Khususnya inersia uteri, ialah apaila bagian bawah janin tidak berhubungabn rapat dengan segmen bawah uterus seperti pada kelainan letak janin ayau pada disporposi sefalopelvik. Peregangan  rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atauun hidraamnion juga dapat merupakan penyebab inersia uteri yang murni. Akhirnya, gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional, misalnya uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi, pada sebagian besar kasus kurang lebih separuhnya, penyebab inersia uteri tidak diketahui.
Penanganan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun keadaan ibu yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap 4 jam, bahkan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala preeklamsi. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II. Kemingkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Karena ada persalinan lama selalu ada kemungkinan  untuk melakukan tindakan pembedahan dengan narcosis, hendaknya ibu jangan diberi  makan biasa melainkan bentuk cairan. Sebaiknya dberikan infuse lartan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonic secara intervena berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin 50 mg yang dapat diulangi; pada pemmulaan kala I dapat diberikan 10 mg morfin. Pemeriksaan dalam perlu dilakukan, tetapi harus selalu disadari bahwa pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian keadaan umum, perlu diadakan penilaian yang seksama tentang keadaan. Selain penilaian umum, perlu ditetapkan apakah perslainan benar-benar sudah mulai atau masihdalam tingkat false labour, apaka ada inersia uteri atau incoordinated uterine contraction; apakah tidak ada disproporsi sefalopelvik biarpun ringan. Untuk menetapkan hal yang terakhir ini, jika perlu dilakukan pelvimetri roentgenologik atau Magnetic Resinance Imaging (MRI). Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit-sedikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan sudah mulai.
Dalam menentukan sikap lebih lanjut lebih perlu diketahui apakah ketuban sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lam berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah dapat diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat atau persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus.
Inersia Uteri
            Dahulu sering diajarkan bahwa menunggu adalah sikaa yang terbaik dalam menghadapi inersia uteri selama ketuban masih utuh. Pendapat ini dianut karena bahaya besar yang menyertai tindakan pembedahan pada waktu itu. Sekarang kebenaran sikap menunggu itu ada batasnya, karena didasari bahwa menunggu terlalu lama dapat menambah bahaya kematian janin dank arena risiko tindakan pembedahan kini sudah lebih kecil daripada dahulu.
            Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunya kepala janin pada panggul, dan keadaan panggul. Kemudian harus disusun rencana menghadapi persalinan yang lamban ini. Apabila ada disproporsi sefalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk seksio sesarea. Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan dapat diambil sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu diperbaiki dan kandung kencing serta rektm dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin sudah masuk kedalam panggul, penderita disuruh jalan-jalan. Tindakan sederhana ini kadang-kadang menyebabkan his menjadi kuat dan selanjutnya persalinan berjalan lancer. Pada waktu pemeriksaan dalam ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung lama. Namun, tindakan terseubt dapat dibenarkan karena dapat merangsang his sehingga mempercepat jalannya persalinan. Kalu diobati dengan oksitosin, 5 satuan pksitosin dimasukkan dalam larutan glukosa 5% dan diberikan infuse secara intervena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes per menit dan perlahan-lahan dapat dinaikan sampai kira-kira 50 tetes, tergantung pada hasilnya. Kalau 50 tetes tidak memberkan hasil yang diharapkan, maka tidak banyak gunanya memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi. Bila infuse oksitosin diberikan, penderita harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his dan keadaan denyut jantung janin harus diperhatikan dengan teliti. Infuse harus diberhentikan apabila kontraksi uterus berlangsung lebih 60 detik atau kalau denyut jantung janin menjadi cepat atau menjadi lambat. Menghentikan infuse umunya akan segera memperbaiki keadaan. Sangat berbahay memberikan oksitosin pada panggul sempit dan pada adanya regangan segmen bawah uterus. Demikian pula oksitosin jangan diberikan pada grande multipara dan kepada penderita yang pernah mengalami seksio sesarea atau mioktomi, karena memudahkan terjadinya rupture uteri. Pada penderita dengan partus lama dan gejala-gejala dehidrasi dan asidosis, di samping pemberian oksitosin dengan jalan infuse intervena gejala-gejala tersebut perlu diatasi.
            Maksud pemberian oksitosi adalah memperbaiki his sehingga serviks dapat membuka. Satu cirri khas oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak jalan waktu singkat. Olek karena itu, tidak ad gunanya memberikan oksitosin berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin diberikan beberapa jam saja. Kalau ternyata tidak ada kemajuan, pemberianya diberhentikan supaya penderita dapat istirahat. Kemudian dicoba lagi untuk beberapa jam. Kalau masih tida ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio sesarea. Oksitosis yang diberiakan dengan suntikan intramuskuler dapat menimbulkan atau incoordinated uterine contraction. Akan tetapi, ada kalanya terutama pada kala II, hanya diperlukan sedikit penambah kekuatan his supaya persalinan dapat diselesaikan. Disini seringkali 0.5 satuan oksitosin intramuskulus sudah cukup untuk mencapai hasil yang diinginkan. Oksitosin merupakan obat yang sangat kuat, yang dahulu dengan pemberian sekaligus dalam dosis besar sering menyebabkan kematian janin karena kontraksi uterus terlalu kuat dan lama, dan dapat menyebabkan pula timbulnya rupture uteri. Peberian intervena dengan jalan infuse (intraveneous drip) yang memungkinkan masuknya dosis dikit demi sedikit telah mengubah gambaran ini dan sudah pula dibuktikan bahwa oksitosis dengan jalan ini dapat diberikan dengan aman apabila penentuan indikasi, pelaksanaan dan pengawasan dengan baik.
His terlalu kuat
            Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena biasanya bayi sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong. Kalau seorang ibu pernah megalami partus presipipitatus, kemungkinan kejadian ini akan berulang pada persalinan berikutnya. Oleh karena itu sebaiknya ibu tersebut dirawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik. Pada persalinan keadaan diaeasi dengan cermat, dan episiotomy dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari terjadinya rupture perinea tingkat 3. Bilamana his kuat dan ada rintangan yang menghalangi lahirnya janin, dapat timbul lingkaran retraksi patologik, yang merupakan tanda bahay akan terjadi rupture uteri. Dalam keadaan demikian janin harus dilahirkan dengan cara yang memberikan trauma minimal bagi ibu dan anak.
Incoordinated Uterine Action
            Kelainan ini hanya dapat diobati secara simptomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antar bagian-bagian uterus. Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morfin dan petidin. Akan tetapi, persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap, perlu pertimbangan seksia sesarea. Lingkaran kontriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali kalau lingkaran ini terdapat dibawah kepala janin sehinga dapat di raba melalui kanalis servikalis. Jikalau daiagnosis lingkaran kontriksi dalam kala I dapat dibuat, persalinan harus siselesaikan dengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran kontriksi dalam kala II baru diketahui setelah usaa melahirkan dengan cunam gagal. Dengan tangan yang dimasukkan kedalam kavum uteri untuk mencari sebab kegagalan cunam, lingkaran kontriksi mungkin dapat diraba. Dengan narcosis dalam, lingkaran tersebut kadang-kadang dapat dihilangkan dan janin dapat dilahirkan dengan cunam. Apabla tindkan gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
Kealinan kala I
Fase laten memanjang
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten adalah anesthesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaaan serviks yang buruk (misalnya tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka), dan persalinan palsu.
Fase aktif memanjang
Keterkaitan atau faktor lain yang berperan dalam persalinan yang bekepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan, anestesi regional, dan malposisi janin, misalnya oksiput posterior persisten. Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang berkepanjangan adalah penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk persalinan yang macet tanpa disproporsi sefalopelvik
Kelainan kala II
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk multipara tetapi angka ini juga sangat bervareasi. Dengan ibu yang paritas tinggi yang vagina dan periniumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin, pada ibu yang panggul semoit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anesthesia regional atau sedasi yang berat, maka kala II dapat sangat memanjang. Kala II nulipara pada persalinan dibatasi 2 jam dan diperpanjang 3jam apabila digunakan analgesia regional. Untuk multipara 1 jam adalah batasnya diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan analgesia regional.
Penyebab kurang adekuatnya gaya ekspulsif
Kekuatan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot abdomen dapat terganggu secara bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara spontan melalui vagina. Sedasi berat atau anestesi regional-epidural lumbal, kaudal, atau intratekal-kemungkinan besar mengurangi dorongan refleks untuk mengejan, dan pada saat yang sama mugkin mengurangi kemampuan pasien mengontraksikan otot-otot abdomen. Pada beberapa kasus, keinginan alami untuk mengejan dikalahkan oleh menghebatnya nyeri yang timbul akibat mengejan.
Pemilihan jenis analgesia yang cermat dan waktu pemberiannya sangat penting untukmenghindari gangguan upaya ekspulsif voluntary. Dengan sedikit pengecualian, analgesia intratekal atau anesthesia umum jangan diberikan sampai semua kondisi untuk perlahiran dengan forsep pintu bawah panggul yang aman telah terpenuhi .Pada analgesia epidural kontinu, efek paratilik mungkin perlu dibiarkan menghilangkan sendiri sehingga yang bersangkutan dapat menghasilkan tekanan intraabdomen yang cukup kuat untuk menggerakan kepala janin keposisis yang sesuai untuk kelahiran dengna forceps pintu bawah panggul. Pilihan lain, kelahiran dengan forceps tengah dengan mungkin  sulit atau seksio sesarea, melakukan pilihan yang kurang memuaskan. Apabila tidak terdapat tanda-tanda gawat janin.
Bagi ibu yang kurang dapat mengejan dengan benar setiap kontraksi nyeri hebat, analgesia mungkin akan member banyak manfaat. Mungkin oilihan paling aman untuk janin dan ibunya adalah netrose oksida, yang campur dengan volume yang sama dengan oksigen yang diberikan saat setiap kali kontraksi. Pada saat yang sama, dorongan, dan instruksi yang sesuai kemungkinan besar member manfaat.
 Dampak Persalinan Lama Pada Ibu-Janin
            Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi salah satu atau keduanya sekaligus.

Infeksi Intrapartum
Infeksi bahaya yang serius yang mngancam pada ibu dan janinya pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakterimiaa dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina kedalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi persalinan lama.
Ruptura uteri
            Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterusmenjadi sangat teregang kemudian dapat menyebabkan rupture. Pada kasus ini mungkinterbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah kista trasversal atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisis dan umbilicus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam segera.
Cincin retraksi patologis
            Walaupun sangat jarang, dapat timbul kontriksi atau cincin local uterus pada persalinan yang berkepanjang. Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu pembebtukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akubat persalinan yang terhambat, disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini cincin dapat terlihat sebagai suatu identitas abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya segnen bawah uterus. Kontriksi uterus local jarang dijumpai saat ini karena terhanbatnya persalinan secara berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. Konstriksi local ini kadang-kadang masih terjadi sebagai konstriksi jam pasir (haourglass constriction) uterus setelah lahirnya kembar pertama. Pada keadaan ini, konstriksi tersebut kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anestesi umum yang sesuai dan janin janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengna segera menghasilkan progonis yang lebih baik bagi kembar kedua.
Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas pinggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi narcosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau rektovaginal. Umumnya narcosis akibat penekanan ini pada persalinan kala II yang berkepanjangan. Dulu saat tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang terjadi kecuali Negara-negara yang belum berkembang.
Cedera otot-otot dasar panggul
Suatu anggapan yang telah dipegang adalah bahwa cedera otot-otot dasar panggul atau persarfan ata fasia penghubungannya merupakan konsekuensi yang tida terlelakan pada persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin serta tekanan kebawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya inimeregangkan dan melebarkan dasar panggul selama melahirkan ini akan menyebabakan inkontinensa urin dan alvi serta prolaps organ panggul.
Efek pada janin
Partus lama itu sendiri dapat dirugikan. Apabila panggul sempit dan juga terjadi ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus, risiko janin dan ibu akan muncul. Infeksi intrapartum bukan saja merupkan penyulit yang serius pada ibu, tetapi juga merupakan penyebab penting kematian janin dan neonates. Hal ini disebakan bakteri didalam cairan amnion menembus selaput amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion, sehingga terjadi bakteremia pada ibu dan janin. Pneumonia janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya.


Kaput Suksedeneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedeneum yang besar terjad terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan menyebabakan kesalahan diagnostic yang serius. Kaput hamper dapat mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap.
Molase kepala janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang tindih satu sama lain disutura-sutura besar, suatu proses yang disebut molase. Biasannya batas median tulang parietal yang berkontak dengan promotorium bertumpang tindih dengan tulang disebelahnya; hal ini sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun tulang oksipetal terdorong kebawah tulang parietal. Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak, apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin, tanpa perdarahan intra karinial pada janin.
Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai, biasanya setelah dilakukan uoaya paksa pada persalinan. Fraktur ini juga dapat terjadi pada persalinan spontan atau bahkan sekseo sesarea.

Jumat, 17 Juni 2011

SALPHINGITIS dan ENDOMETRITIS





BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tingkat kesadaran masyarakat untuk hidup sehat masih sangat rendah. Tingginya angka kematian itu menunjukkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan masih kurang. Hal itu juga menunjukkan pelayanan kesehatan di Indonesia kurang maksimal.
Radang atau infeksi pada alat-alat genetal dapat timbul secara akut dengan akibat meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas atau dapat meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun atau dari permulaan sudah menahun. Salah satu dari infeksi tersebut adalah salpingitis.
Sebagian besar wanita tidak menyadari bahwa dirinya menderita infeksi tersebut. Biasanya sebagian besar wanita menyadari apabila infeksi telah menyebar dan menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu. Keterlambatan wanita memeriksakan dirinya menyebabkan infeksi ini menyebar lebih luas dan akan sulit dalam penanganannya.
Penyakit Radang Panggul (Salpingitis, PID, Pelvic Inflammatory Disease) adalah suatu peradangan pada tuba falopii (saluran menghubungkan indung telur dengan rahim). Peradangan tuba falopii terutama terjadi pada wanita yang secara seksuaktif.
Resiko terutama ditemukan pada wanita yang memakai IUD.
Oleh karena itu diharapkan mahasiswa mampu memahami apa itu peradangan pada alat genitalia wanita. Dan pada makalah ini penulis membahas mengenai salpingitis.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud salphingitis?
2.      Apa saja tanda awal/gejala salphingitis?
3.      Apa saja tindakan pemeriksaan salphingitis?
4.      Factor resiko dan upaya pencegahan salphingitis?
C.     Tujuan
1.      Memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai salphingitis.
2.      Mengetahui tanda awal/gejala salphingitis.
3.      Mengetahui bagaimana tindakan  pemeriksaan salphingitis.
4.      Mengetahui factor resiko dan upaya pencegahan salphingitis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
Salpingitis Akut adalah suatu infeksi tuba fallopi yang dapat gonore atau piogenik.
Salpingitis Subakut adalah stadium infeksi pertengahan diantara salpingitis akut dan kronis.
Salpingittis Kronis adalah stadium infeksi tuba fallopi setelah stadium subakut. Tipe ini dapat timbul dalam 4 bentuk yaitu: piosalping, hidrosalping, salpingitis interstisialis kronis atau salpigitis ismika nodosa.
Salpingitis  adalah Inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah ke perlukaan dengan perlengketan pada jaringan dan organ sekitar.
Terjadi dalam trimester pertama kehamilan, akibat migrasi bakteri ke atas dari serviks hingga mencapai endosalping. Begitu terjadi penyatuan korion dengan desidua sehingga menyumbat total kavum uteri alam trimester kedua, lintasan untuk penyebaran bakteri yang asenderen ini melalui mukosa uterus akan terputus. Dengan demikian inflamasi akut primer pada tuba dan ovarium jarang terjadi sekalipun abses tubo-ovarium dapat terbentuk dalam struktur yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan itu. Organisme penyebab infeksi ini diperkirakan mencapai tuba falopii dan ovarium yang sebelumnya sudah cidera tersebut lewat cairan limfe atau darah. Pada salah satu  dari dua kasus tubo-ovsrium yang menjadi komplikasi dalampertengahan kehamilan dan di rawat di RS dilakukan histerektomi di samping salpingo-ooforektomi bilateral. Pasien dapat disembuhkan setelah menjalani proses kesembuhan pasca bedah yang sangat rumit. Walaupun terjadi perlekatan yang luas dalam rongga panggul akibat infeksi pelvis sebelumnya, pasien biasanya tidak mengalami efek yang selama kehamilannya.
B.     Gejala/tanda awal
1.      Nyeri Abdomen: Nyeri abdomen bagian bawah merupakan gejala yang paling dapat dipercaya dari infeksi pelvis akut. Pada mulanya rasa nyeri unilateral, bilateral, atau suprapubik, dan sering berkembang sewaktu atau segera setelah suatu periode menstruasi. Keparahannya meningkat secara bertahap setelah beberapa jam sampai beberapa hari, rasa nyeri cenderung menetap, bilateral pada abdomen bagian bawah, dn semakin berat dengan adanya pergerakan.
2.      Perdarahan pervaginam atau sekret vagina: perdarahan antar menstruasiatau meningkatnya aliran menstruasi atau kedua-duanya dapat merupakan akibat langsung dari endometritis atau pengaruh tidak langsung dari perubahan-peubahan hormonalyang berkaitan dengan ooforitis. Sekret vagina dapat disebabkan oleh servitis.
3.      Gejala-gejala penyerta: menggigil dan demam lazim ditemukan. Anoreksia, nausea dan vomitus berkaitan dengan iritasi peritoneum. Disuria dan sering kencing menunjukkan adanyan keterkaitan dengan uretritis dan sistitis. Nyeri bahu atau nyeri kuadran kanan atas mungkin merupakan gejala dari perihepatitis gonokokus.
4.      Riwayat Menstruasi: menstruasi dapat meningkat dalam jumlah dan lamanya. Salpingitis dapat menjadi simptomatik pada hari keempat atau kelimadari siklus menstruasi.
C.     Pemeriksaan yang dilakukan
Pemeriksaan Fisik
1.      Pemeriksaan Umum: suhu biasanya meningkat, sering sampai 120ºF atau 103ºF. Tekanan darah biasanya normal, walaupun deyut nadi seringkali cepat. Pada saat itu, pasien berjalan kedalam ruang gawat darurat degan postur tubuh membungkuk.
2.      Pemeriksaan Abdomen: nyeri maksimum pada kedua kuadran bawah. Nyeri lepas, ragiditas otot, defance muscular, bising usus menurun dan distensi merupakan tanda peradangan peritoneum. Nyeri tekan pada hepar dapat diamati pada 30% pasien.
3.      Pemeriksaan Pelvis: sering sulit dan tidak memuaskan karena pasien mersa tidak nyaman dan rigiditas abdomen. Pada pemeriksaan dengan spekulum, sekret purulen akan terlihat keluar dari ostium ueteri. Serviks sangat nyeri bila digerakkan. Uterus ukurannya normal, nyeri(terutma biala digerakkan) dan sering terfiksir pada poisinya. Adneksa bilateral sangat nyeri. Masa definitif jarang terpalpai kecuali telah terbentuk piosalping atau abses tuboovarium.
Tes Laboratorium
a.       Hitung darah lengkap dan Apusan darah: hitung leukosit cenderung meningkat dan dapat sampai 20.000 dengan peningkatan leukosit polimorfonuklear dan peningkatan rasio bentuk batang dengan segmen. Kadar hemoglobin dan hemokrit biasanya dalam batas-batas normal. Penigkatan kadarnya berkaitan dengan dehidrasis.
b.      Urinalisis: biasanya normal.
Data diagnostic tambahan yang dapat dilakukan
Pewarnaan gram endoserviks dan biakan : diplokokus gram-negatif intraseluler pada asupan pewarnaan gram baik dari cairan serviks ataupun suatu AKDR dengan pasien dengan salphingitis simptomatik merupakan penyokong adanya infeksi neisseria yang memerlukan pengobatan. Biakan bakteriologi diperlukan untuk identifikasi positif neisseria gonorrhoeae. Laparoskopi untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi. Pemeriksaan ini invasive sehingga bukan merupakan pemeriksaan rutin. Untuk mendiagnosis penyakit infeksi pelvis, bila antibiotik yang diberikan selama 48 jam tak member  respon, maka dapat digunakan sebagai tindakan operatif.
Factor resiko
Yang mudah tertular terutama:
1.      Mempunyai banyak pasangan seksual.
2.      Kurangnya penggunaan kontrasepsi yang aman.
3.      Golongan sosial ekonomi rendah.
4.      Melakukan hubungan seksual pada usia muda.
Upaya pencegahan
a.       Kurangi penggunan IUD bila pasien menderita Klamidia dan Gonorea.
b.      Pemeriksaan terhadap wanita.
c.       Antibiotic profilaktik rutin pada pengguna IUD jangan dilakukan.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1.      Kesimpulan
Salphingitis adalah Inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah ke perlukaan dengan perlengketan pada jaringan dan organ sekitar. Yang disebabkan oleh wanita dengan IUD asimptomatik, nyeri abdominal kuadran bawah, dispareunia, perdarah vagina Abnormal, vaginal discharge. Langkah pertama yang dilakukan ialah:
·       Sediakan analgesik
·      Bila pasien menggunakan IUD maka stop penggunaan in situ, dengan catatan pasien dapat mencegah kehamilan meski tanpa alat kontrasepsi minimal 7 hari
·      Segera rujuk ke bagian genitourinaria (obgyn), untuk pasien dengan riwayat STD agar menjalani skrining dan terapi untuk pasanagan seksual pasien.

2.      Saran
Kejadian salpingitis sangat membahayakan bagi wanita karena dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Untuk itu diharapkan pada wanita untuk menjaga kesehatannya terutama organ reproduksinya yang rentan terhadap kejadian infeksi. Dan melakukan pemeriksaan secara dini kepada tenaga kesehatan agar apabila terjadi infeksi terutama salpingitis dapat segera diatasi. Dan untuk tenaga kesehatan berupaya untuk memberikan penyuluhan atau pendidikan khususnya kesehatan reproduksi pada wanita dan pemerintah mampu memberikan kebijakan-kebijakan yang mendukung terhadap pemeliharaan kesehatan.
ENDOMETRITIS


BAB I

PENDAHULUAN


A.      LATAR BELAKANG
                        Pada zaman sekarang ini, banyak jenis penyakit yang menyerang manusia, khususnya pada wanita selama daur kehidupannya mulai dari pada bayi, balita,anak-anak,remaja,WUS,klimakterium serta menopause. Khususnya pada wanita usia subur banyak sekali berbagai jenis penyakit serta gangguan-gangguan pada organ reproduksi salah satunya adalah Penyakit Radang Panggul atau Pelvic Inflamatory Diseases (PID). Pelvic Inflamatory Diseases merupakan suatu kumpulan radang pada saluran genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium, tuba fallopi, ovarium maupun miometrium secara kontinuitatum maupun secara hematogen ataupun sebagai akibat hubungan seksual.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan endometritis?
2.      Apa saja penyebab terjadinya endometritis?
3.      Apa saja tanda-tanda endometritis?
4.      Apa saja macam-macam endometritis?

C.    TUJUAN
1.    Untuk mengetahui pengertian endometritis.
2.    Untuk mengetahui penyebab terjadinya endometritis.
3.    Untuk mengetahui tanda-tanda endometritis.
4.    Untuk mengetahui macam-macam endometritis.



BAB II
ISI

A.    Pengertian
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan ( Ben-zion Tuber, 1994 ).
Endometritis adalah infeksi pada endometrium atau yang disebut lapisan dalam dari rahim. ( Prof.dr.Ida Bagus,  ).
Endometritis adalah infeksi atau desidua endometrium, dengan ekstensi ke miometrium dan jaringan parametrial. Endometritis dibagi menjadi kebidanan dan nonobstetric endometritis. Penyakit radang panggul (PID) adalah sebuah Common nonobstetric pendahulunya dalam populasi.
Endometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak normal, seperti abortus, retensi sekundinarum, kelahiran premature, kelahiran kembar, keahiran yang sukar (distokia), perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk pertolongan pada kelahiran yang sukar.

B.     Penyebab Endometritis
Endometritis paling sering ditemukan setelah seksio sesarea, terutama bila sebelumnya pasien menderita korioamnionitis, partus lama atau pecah ketuban yang lama. Penyebab-penyebab lainnya endometritis adalah jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus atau melahirkan. Infeksi endometrium dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim. Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut.
Endometritis bisa juga disebabkan oleh golongan streptococcus, staphylococcus, adakalanya basil tuberculosis dan gonococcus.
Endometritis adalah penyakit yang melibatkan polymicrobial, rata-rata, 2-3 organisme. Dalam banyak kasus, hal itu timbul dari infeksi menaik dari organisme yang ditemukan di vagina normal flora asli. Biasanya terisolasi organisme termasuk Ureaplasma urealyticum, Peptostreptococcus, Gardnerella vaginalis, Bacteroides bivius, dan kelompok B Streptococcus. Chlamydia telah dikaitkan dengan onset terlambat endometritis postpartum. Enterococcus diidentifikasi dalam sampai dengan 25% dari perempuan yang telah menerima profilaksis cephalosporin. Rute pengiriman adalah faktor yang paling penting dalam pengembangan endometritis postpartum. Penelitian yang lebih baru mendukung administrasi sebelum operasi profilaksis antibiotik, yang dikaitkan dengan 53% penurunan endometritis tanpa gangguan pada neonatus yang dicurigai atau terbukti sepsis atau NICU admission.1
Mayor faktor risiko termasuk kelahiran sesar, berkepanjangan pecah ketuban, tenaga kerja yang panjang dengan beberapa pemeriksaan vagina, ekstrem pasien usia, dan status sosial ekonomi rendah.  Minor faktor termasuk ibu anemia, janin pemantauan internal yang berkepanjangan, lama operasi, dan anestesi umum. Bacterial vaginosis telah dikaitkan dengan endometritis setelah kelahiran sesar dan dengan PID setelah trimester pertama elektif aborsi.

  1. Tanda-tanda Endometritis
Tanda dan gejala endometritis antara lain :                            
1.      Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius. Tergantung pada keparahan infeksi.
2.      Takikardia
3.      Menggigil dengan infeksi berat
4.      Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
5.      Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
6.      Subinvolusi
7.      Lokhia sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia seropurulenta
8.      Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositisis puerperium fisiologis
9.      Perdarahan pervaginam
10.  Shock sepsis maupun hemoragik
11.  Abdomen distensi atau pembengkakan.
12.  Abnormal pendarahan vagina
13.  Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)
14.  Terjadi  ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)

  1. Macam-Macam Endometritis
Ada dua macam endometritis antara lain :
a.       Endometritis Akut
Pada Endometritis akut endometrium mengalami edema dan hiperemi. Endometritis ini biasanya terjadi sesudah melahirkan atau abortus ( terutama abortus kriminalis ), yang dapat meluas sampai ke miometrium, dan berakhir sampai sepsis puerperalis. Abortus yang dilakukan tanpa alasan yang layak dengan cara memasukkan berbagai macam alat yang jauh dari standar steril, maka akan membawa kuman masuk ke dalam cavum uteri. Endometritis akut ditandai oleh kehadiran microabscesses atau neutrofil dalam endometrium kelenjar. Endometritis akut dicirikan dengan adanya infeksi. Agen penyebab yang paling utama adalah staphylococcus aureus dan strepthococcuss. Gejala klinis umumnya adalah demam tinggi dan lochea berbau, lochea lama berdarah kemungkinan menjadi metrorhagia, jika terjadi radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak nyeri.

Penatalaksanaan
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar. Adapun pengobatannya adalah :
a)      Uterotonik
b)      Istirahat, dengan posisi fowler
c)      Antibiotika

b.      Endometritis Kronik
Radang ini jarang dijumpai , namun biasanya terjadi pada wanita yang masih menstruasi. Dimana radang dapat terjadi pada lapisan basalis yang tidak terbuang pada waktu menstruasi. Endometritis kronik primaria dapat terjadi sesudah menopauase, dimana radang tetap tinggal dan meluas sampai ke bagian endometrium lain. Endometritis kronik ditandai oleh adanya sel-sel plasma pada stroma. Penyebab yang paling umum adalah Penyakit Radang Panggul (PID), TBC, dan klamidia. Pasien yang menderita endometritis kronis sebelumnya mereka telah memiliki riwayat kanker leher rahim atau kanker  endrometrium. Gejala endometritis kronis berupa noda darah yang kotor dan keluhan sakit perut bagian bawah, leukorea serta kelainan haid seperti menorhagia dan metrorhagia.




  1. Faktor-Faktor Predisposisi
Meliputi seksio sesarea, ketuban pecah, partus lama dan kelahiran, anemia, perdarahan, jaringan plasenta yang tertahan, operasi berkepanjangan, pemakaian AKDR dan penyakit sistemik yang menurunkan resistensi terhadap infeksi. Wanita dengan status nutrisi yang buruk, misalnya lebih rentan terhadap infeksi bakteri.

  1. Penatalaksanaan Endometritis
1.      Antibiotika dan drainase yang memadai
Merupakan pojok sasaran terapi. Evaluasi klinis dan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotic.
2.      Carian intravena dan elektrolit
Merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi dan terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diet peroral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
3.      Penggantian darah
Dapat diindikasikan untuk anemia berat post abortus atau postpartum.
4.      Tirah baring dan analgesia
Merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
5.      Tindakan bedah
Endometritis postpartum sering disertai dengan jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi servik. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan dan hati-hati.