Entri Populer

Jumat, 17 Juni 2011

SALPHINGITIS dan ENDOMETRITIS





BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tingkat kesadaran masyarakat untuk hidup sehat masih sangat rendah. Tingginya angka kematian itu menunjukkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan masih kurang. Hal itu juga menunjukkan pelayanan kesehatan di Indonesia kurang maksimal.
Radang atau infeksi pada alat-alat genetal dapat timbul secara akut dengan akibat meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas atau dapat meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun atau dari permulaan sudah menahun. Salah satu dari infeksi tersebut adalah salpingitis.
Sebagian besar wanita tidak menyadari bahwa dirinya menderita infeksi tersebut. Biasanya sebagian besar wanita menyadari apabila infeksi telah menyebar dan menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu. Keterlambatan wanita memeriksakan dirinya menyebabkan infeksi ini menyebar lebih luas dan akan sulit dalam penanganannya.
Penyakit Radang Panggul (Salpingitis, PID, Pelvic Inflammatory Disease) adalah suatu peradangan pada tuba falopii (saluran menghubungkan indung telur dengan rahim). Peradangan tuba falopii terutama terjadi pada wanita yang secara seksuaktif.
Resiko terutama ditemukan pada wanita yang memakai IUD.
Oleh karena itu diharapkan mahasiswa mampu memahami apa itu peradangan pada alat genitalia wanita. Dan pada makalah ini penulis membahas mengenai salpingitis.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud salphingitis?
2.      Apa saja tanda awal/gejala salphingitis?
3.      Apa saja tindakan pemeriksaan salphingitis?
4.      Factor resiko dan upaya pencegahan salphingitis?
C.     Tujuan
1.      Memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai salphingitis.
2.      Mengetahui tanda awal/gejala salphingitis.
3.      Mengetahui bagaimana tindakan  pemeriksaan salphingitis.
4.      Mengetahui factor resiko dan upaya pencegahan salphingitis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
Salpingitis Akut adalah suatu infeksi tuba fallopi yang dapat gonore atau piogenik.
Salpingitis Subakut adalah stadium infeksi pertengahan diantara salpingitis akut dan kronis.
Salpingittis Kronis adalah stadium infeksi tuba fallopi setelah stadium subakut. Tipe ini dapat timbul dalam 4 bentuk yaitu: piosalping, hidrosalping, salpingitis interstisialis kronis atau salpigitis ismika nodosa.
Salpingitis  adalah Inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah ke perlukaan dengan perlengketan pada jaringan dan organ sekitar.
Terjadi dalam trimester pertama kehamilan, akibat migrasi bakteri ke atas dari serviks hingga mencapai endosalping. Begitu terjadi penyatuan korion dengan desidua sehingga menyumbat total kavum uteri alam trimester kedua, lintasan untuk penyebaran bakteri yang asenderen ini melalui mukosa uterus akan terputus. Dengan demikian inflamasi akut primer pada tuba dan ovarium jarang terjadi sekalipun abses tubo-ovarium dapat terbentuk dalam struktur yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan itu. Organisme penyebab infeksi ini diperkirakan mencapai tuba falopii dan ovarium yang sebelumnya sudah cidera tersebut lewat cairan limfe atau darah. Pada salah satu  dari dua kasus tubo-ovsrium yang menjadi komplikasi dalampertengahan kehamilan dan di rawat di RS dilakukan histerektomi di samping salpingo-ooforektomi bilateral. Pasien dapat disembuhkan setelah menjalani proses kesembuhan pasca bedah yang sangat rumit. Walaupun terjadi perlekatan yang luas dalam rongga panggul akibat infeksi pelvis sebelumnya, pasien biasanya tidak mengalami efek yang selama kehamilannya.
B.     Gejala/tanda awal
1.      Nyeri Abdomen: Nyeri abdomen bagian bawah merupakan gejala yang paling dapat dipercaya dari infeksi pelvis akut. Pada mulanya rasa nyeri unilateral, bilateral, atau suprapubik, dan sering berkembang sewaktu atau segera setelah suatu periode menstruasi. Keparahannya meningkat secara bertahap setelah beberapa jam sampai beberapa hari, rasa nyeri cenderung menetap, bilateral pada abdomen bagian bawah, dn semakin berat dengan adanya pergerakan.
2.      Perdarahan pervaginam atau sekret vagina: perdarahan antar menstruasiatau meningkatnya aliran menstruasi atau kedua-duanya dapat merupakan akibat langsung dari endometritis atau pengaruh tidak langsung dari perubahan-peubahan hormonalyang berkaitan dengan ooforitis. Sekret vagina dapat disebabkan oleh servitis.
3.      Gejala-gejala penyerta: menggigil dan demam lazim ditemukan. Anoreksia, nausea dan vomitus berkaitan dengan iritasi peritoneum. Disuria dan sering kencing menunjukkan adanyan keterkaitan dengan uretritis dan sistitis. Nyeri bahu atau nyeri kuadran kanan atas mungkin merupakan gejala dari perihepatitis gonokokus.
4.      Riwayat Menstruasi: menstruasi dapat meningkat dalam jumlah dan lamanya. Salpingitis dapat menjadi simptomatik pada hari keempat atau kelimadari siklus menstruasi.
C.     Pemeriksaan yang dilakukan
Pemeriksaan Fisik
1.      Pemeriksaan Umum: suhu biasanya meningkat, sering sampai 120ºF atau 103ºF. Tekanan darah biasanya normal, walaupun deyut nadi seringkali cepat. Pada saat itu, pasien berjalan kedalam ruang gawat darurat degan postur tubuh membungkuk.
2.      Pemeriksaan Abdomen: nyeri maksimum pada kedua kuadran bawah. Nyeri lepas, ragiditas otot, defance muscular, bising usus menurun dan distensi merupakan tanda peradangan peritoneum. Nyeri tekan pada hepar dapat diamati pada 30% pasien.
3.      Pemeriksaan Pelvis: sering sulit dan tidak memuaskan karena pasien mersa tidak nyaman dan rigiditas abdomen. Pada pemeriksaan dengan spekulum, sekret purulen akan terlihat keluar dari ostium ueteri. Serviks sangat nyeri bila digerakkan. Uterus ukurannya normal, nyeri(terutma biala digerakkan) dan sering terfiksir pada poisinya. Adneksa bilateral sangat nyeri. Masa definitif jarang terpalpai kecuali telah terbentuk piosalping atau abses tuboovarium.
Tes Laboratorium
a.       Hitung darah lengkap dan Apusan darah: hitung leukosit cenderung meningkat dan dapat sampai 20.000 dengan peningkatan leukosit polimorfonuklear dan peningkatan rasio bentuk batang dengan segmen. Kadar hemoglobin dan hemokrit biasanya dalam batas-batas normal. Penigkatan kadarnya berkaitan dengan dehidrasis.
b.      Urinalisis: biasanya normal.
Data diagnostic tambahan yang dapat dilakukan
Pewarnaan gram endoserviks dan biakan : diplokokus gram-negatif intraseluler pada asupan pewarnaan gram baik dari cairan serviks ataupun suatu AKDR dengan pasien dengan salphingitis simptomatik merupakan penyokong adanya infeksi neisseria yang memerlukan pengobatan. Biakan bakteriologi diperlukan untuk identifikasi positif neisseria gonorrhoeae. Laparoskopi untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi. Pemeriksaan ini invasive sehingga bukan merupakan pemeriksaan rutin. Untuk mendiagnosis penyakit infeksi pelvis, bila antibiotik yang diberikan selama 48 jam tak member  respon, maka dapat digunakan sebagai tindakan operatif.
Factor resiko
Yang mudah tertular terutama:
1.      Mempunyai banyak pasangan seksual.
2.      Kurangnya penggunaan kontrasepsi yang aman.
3.      Golongan sosial ekonomi rendah.
4.      Melakukan hubungan seksual pada usia muda.
Upaya pencegahan
a.       Kurangi penggunan IUD bila pasien menderita Klamidia dan Gonorea.
b.      Pemeriksaan terhadap wanita.
c.       Antibiotic profilaktik rutin pada pengguna IUD jangan dilakukan.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1.      Kesimpulan
Salphingitis adalah Inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah ke perlukaan dengan perlengketan pada jaringan dan organ sekitar. Yang disebabkan oleh wanita dengan IUD asimptomatik, nyeri abdominal kuadran bawah, dispareunia, perdarah vagina Abnormal, vaginal discharge. Langkah pertama yang dilakukan ialah:
·       Sediakan analgesik
·      Bila pasien menggunakan IUD maka stop penggunaan in situ, dengan catatan pasien dapat mencegah kehamilan meski tanpa alat kontrasepsi minimal 7 hari
·      Segera rujuk ke bagian genitourinaria (obgyn), untuk pasien dengan riwayat STD agar menjalani skrining dan terapi untuk pasanagan seksual pasien.

2.      Saran
Kejadian salpingitis sangat membahayakan bagi wanita karena dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Untuk itu diharapkan pada wanita untuk menjaga kesehatannya terutama organ reproduksinya yang rentan terhadap kejadian infeksi. Dan melakukan pemeriksaan secara dini kepada tenaga kesehatan agar apabila terjadi infeksi terutama salpingitis dapat segera diatasi. Dan untuk tenaga kesehatan berupaya untuk memberikan penyuluhan atau pendidikan khususnya kesehatan reproduksi pada wanita dan pemerintah mampu memberikan kebijakan-kebijakan yang mendukung terhadap pemeliharaan kesehatan.
ENDOMETRITIS


BAB I

PENDAHULUAN


A.      LATAR BELAKANG
                        Pada zaman sekarang ini, banyak jenis penyakit yang menyerang manusia, khususnya pada wanita selama daur kehidupannya mulai dari pada bayi, balita,anak-anak,remaja,WUS,klimakterium serta menopause. Khususnya pada wanita usia subur banyak sekali berbagai jenis penyakit serta gangguan-gangguan pada organ reproduksi salah satunya adalah Penyakit Radang Panggul atau Pelvic Inflamatory Diseases (PID). Pelvic Inflamatory Diseases merupakan suatu kumpulan radang pada saluran genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium, tuba fallopi, ovarium maupun miometrium secara kontinuitatum maupun secara hematogen ataupun sebagai akibat hubungan seksual.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan endometritis?
2.      Apa saja penyebab terjadinya endometritis?
3.      Apa saja tanda-tanda endometritis?
4.      Apa saja macam-macam endometritis?

C.    TUJUAN
1.    Untuk mengetahui pengertian endometritis.
2.    Untuk mengetahui penyebab terjadinya endometritis.
3.    Untuk mengetahui tanda-tanda endometritis.
4.    Untuk mengetahui macam-macam endometritis.



BAB II
ISI

A.    Pengertian
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan ( Ben-zion Tuber, 1994 ).
Endometritis adalah infeksi pada endometrium atau yang disebut lapisan dalam dari rahim. ( Prof.dr.Ida Bagus,  ).
Endometritis adalah infeksi atau desidua endometrium, dengan ekstensi ke miometrium dan jaringan parametrial. Endometritis dibagi menjadi kebidanan dan nonobstetric endometritis. Penyakit radang panggul (PID) adalah sebuah Common nonobstetric pendahulunya dalam populasi.
Endometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak normal, seperti abortus, retensi sekundinarum, kelahiran premature, kelahiran kembar, keahiran yang sukar (distokia), perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk pertolongan pada kelahiran yang sukar.

B.     Penyebab Endometritis
Endometritis paling sering ditemukan setelah seksio sesarea, terutama bila sebelumnya pasien menderita korioamnionitis, partus lama atau pecah ketuban yang lama. Penyebab-penyebab lainnya endometritis adalah jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus atau melahirkan. Infeksi endometrium dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim. Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut.
Endometritis bisa juga disebabkan oleh golongan streptococcus, staphylococcus, adakalanya basil tuberculosis dan gonococcus.
Endometritis adalah penyakit yang melibatkan polymicrobial, rata-rata, 2-3 organisme. Dalam banyak kasus, hal itu timbul dari infeksi menaik dari organisme yang ditemukan di vagina normal flora asli. Biasanya terisolasi organisme termasuk Ureaplasma urealyticum, Peptostreptococcus, Gardnerella vaginalis, Bacteroides bivius, dan kelompok B Streptococcus. Chlamydia telah dikaitkan dengan onset terlambat endometritis postpartum. Enterococcus diidentifikasi dalam sampai dengan 25% dari perempuan yang telah menerima profilaksis cephalosporin. Rute pengiriman adalah faktor yang paling penting dalam pengembangan endometritis postpartum. Penelitian yang lebih baru mendukung administrasi sebelum operasi profilaksis antibiotik, yang dikaitkan dengan 53% penurunan endometritis tanpa gangguan pada neonatus yang dicurigai atau terbukti sepsis atau NICU admission.1
Mayor faktor risiko termasuk kelahiran sesar, berkepanjangan pecah ketuban, tenaga kerja yang panjang dengan beberapa pemeriksaan vagina, ekstrem pasien usia, dan status sosial ekonomi rendah.  Minor faktor termasuk ibu anemia, janin pemantauan internal yang berkepanjangan, lama operasi, dan anestesi umum. Bacterial vaginosis telah dikaitkan dengan endometritis setelah kelahiran sesar dan dengan PID setelah trimester pertama elektif aborsi.

  1. Tanda-tanda Endometritis
Tanda dan gejala endometritis antara lain :                            
1.      Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius. Tergantung pada keparahan infeksi.
2.      Takikardia
3.      Menggigil dengan infeksi berat
4.      Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
5.      Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
6.      Subinvolusi
7.      Lokhia sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia seropurulenta
8.      Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositisis puerperium fisiologis
9.      Perdarahan pervaginam
10.  Shock sepsis maupun hemoragik
11.  Abdomen distensi atau pembengkakan.
12.  Abnormal pendarahan vagina
13.  Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)
14.  Terjadi  ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)

  1. Macam-Macam Endometritis
Ada dua macam endometritis antara lain :
a.       Endometritis Akut
Pada Endometritis akut endometrium mengalami edema dan hiperemi. Endometritis ini biasanya terjadi sesudah melahirkan atau abortus ( terutama abortus kriminalis ), yang dapat meluas sampai ke miometrium, dan berakhir sampai sepsis puerperalis. Abortus yang dilakukan tanpa alasan yang layak dengan cara memasukkan berbagai macam alat yang jauh dari standar steril, maka akan membawa kuman masuk ke dalam cavum uteri. Endometritis akut ditandai oleh kehadiran microabscesses atau neutrofil dalam endometrium kelenjar. Endometritis akut dicirikan dengan adanya infeksi. Agen penyebab yang paling utama adalah staphylococcus aureus dan strepthococcuss. Gejala klinis umumnya adalah demam tinggi dan lochea berbau, lochea lama berdarah kemungkinan menjadi metrorhagia, jika terjadi radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak nyeri.

Penatalaksanaan
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar. Adapun pengobatannya adalah :
a)      Uterotonik
b)      Istirahat, dengan posisi fowler
c)      Antibiotika

b.      Endometritis Kronik
Radang ini jarang dijumpai , namun biasanya terjadi pada wanita yang masih menstruasi. Dimana radang dapat terjadi pada lapisan basalis yang tidak terbuang pada waktu menstruasi. Endometritis kronik primaria dapat terjadi sesudah menopauase, dimana radang tetap tinggal dan meluas sampai ke bagian endometrium lain. Endometritis kronik ditandai oleh adanya sel-sel plasma pada stroma. Penyebab yang paling umum adalah Penyakit Radang Panggul (PID), TBC, dan klamidia. Pasien yang menderita endometritis kronis sebelumnya mereka telah memiliki riwayat kanker leher rahim atau kanker  endrometrium. Gejala endometritis kronis berupa noda darah yang kotor dan keluhan sakit perut bagian bawah, leukorea serta kelainan haid seperti menorhagia dan metrorhagia.




  1. Faktor-Faktor Predisposisi
Meliputi seksio sesarea, ketuban pecah, partus lama dan kelahiran, anemia, perdarahan, jaringan plasenta yang tertahan, operasi berkepanjangan, pemakaian AKDR dan penyakit sistemik yang menurunkan resistensi terhadap infeksi. Wanita dengan status nutrisi yang buruk, misalnya lebih rentan terhadap infeksi bakteri.

  1. Penatalaksanaan Endometritis
1.      Antibiotika dan drainase yang memadai
Merupakan pojok sasaran terapi. Evaluasi klinis dan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotic.
2.      Carian intravena dan elektrolit
Merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi dan terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diet peroral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
3.      Penggantian darah
Dapat diindikasikan untuk anemia berat post abortus atau postpartum.
4.      Tirah baring dan analgesia
Merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
5.      Tindakan bedah
Endometritis postpartum sering disertai dengan jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi servik. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan dan hati-hati.

PERITONITIS dan BARTHOLINITIS

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.



B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan peritonitis?
2.      Apa tanda dan gejala peritonitis?
3.      Apa saja etiologi peritonitis?
4.      Apa saja patologi pada peritonitis?
5.      Apa saja klasifikasi peritonitis?
6.      Bagaimana terapi peritonitis?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan peritonitis.
2.      Mengetahui tanda dan gejala peritonitis.
3.      Mengetahui etiologi peritonitis.
4.      Mengetahui patologi pada peritonitis.
5.      Mengetahui klasifikasi peritonitis.
6.      Mengetahui terapi yang dapat menangani peritonitis.
















BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis. Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat).
 Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens.

B.     Tanda dan Gejala peritonitis
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya ( peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi.
Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang meyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflamatori disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsupada penderita dalam keadaan imunosupresi ( misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pasca transplantasi, HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunan analgesik), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.

C.     Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen di bedakan menjadi 2. Yaitu:
a. Bakterial : Bacteroides, E.Coli, Streptococus, Pneumococus, proteus, kelompok    Enterobacter-Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa.
b. Kimiawi : getah lambung,dan pankreas, empedu, darah, urin, benda asing (talk, tepung).

D.    Patologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga abdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadinya proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.

E.     Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.Peritonitis bakterial primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
1.Spesifik : misalnya Tuberculosis
2.Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
 b.Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
- Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
- Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
- Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
c.Peritonitis tersier, misalnya:
- Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
- Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
 d.Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
- Aseptik/steril peritonitis
- Granulomatous peritonitis
- Hiperlipidemik peritonitis
- Talkum peritonitis


G. Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Tanda dan gejala diantaranya, nyeri tekan pada palpasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut. Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer, sekunder, atau penyebab tersier  Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen.